Ketua MPR RI Bambang Soesatyo atau Bamsoet menegaskan bahwa Indonesia harus segera memperkuat pertahanan siber negara untuk menghadapi tantangan era digital yang semakin kompleks. Menurutnya, keamanan siber bukan lagi sekadar isu teknologi, melainkan menjadi bagian dari pertahanan nasional yang menentukan kedaulatan dan stabilitas negara.
Dalam beberapa tahun terakhir, ancaman serangan siber meningkat secara signifikan. Mulai dari peretasan data pribadi, kebocoran sistem pemerintahan, hingga serangan terhadap infrastruktur vital seperti energi dan transportasi. Kondisi ini menuntut pemerintah untuk membangun sistem pertahanan siber negara yang tangguh, adaptif, dan berkelanjutan.

Urgensi Membangun Pertahanan Siber Negara
Menurut Bamsoet, pertahanan siber negara adalah tameng utama dalam menjaga kedaulatan Indonesia di dunia maya. Ia menilai bahwa ancaman siber modern bisa datang dari mana saja dan kapan saja, tanpa mengenal batas wilayah atau waktu. Bahkan, perang masa kini tidak lagi hanya terjadi di medan tempur fisik, melainkan juga di ruang siber yang tidak kasatmata.
“Jika dulu perang identik dengan senjata dan peluru, kini perang bisa dimulai dari serangan siber yang melumpuhkan sistem vital suatu negara. Karena itu, Indonesia harus memiliki sistem pertahanan siber yang kuat dan terintegrasi,” ujar Bamsoet dalam pernyataannya.
Data dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2024, terdapat lebih dari 370 juta serangan siber yang terdeteksi di Indonesia. Serangan-serangan tersebut tidak hanya menyasar institusi pemerintah, tetapi juga sektor perbankan, pendidikan, dan energi.
Hal ini memperlihatkan betapa rentannya ruang digital nasional jika tidak dilindungi dengan sistem pertahanan yang memadai. Bamsoet menegaskan bahwa pembangunan pertahanan siber negara harus menjadi prioritas utama pemerintah di tahun 2025.

Kolaborasi Lintas Sektor untuk Keamanan Digital Nasional
Bamsoet menekankan bahwa penguatan pertahanan siber negara tidak bisa dilakukan hanya oleh pemerintah. Dunia usaha, akademisi, dan komunitas teknologi juga harus terlibat aktif dalam membangun ekosistem keamanan digital nasional.
“Pertahanan siber bukan hanya tugas militer atau lembaga negara. Ini tanggung jawab bersama seluruh elemen bangsa, termasuk sektor swasta yang memiliki peran strategis dalam pengembangan teknologi,” kata Bamsoet.
Ia menilai pentingnya kemitraan antara pemerintah dan industri teknologi untuk menciptakan inovasi dalam bidang keamanan digital. Perusahaan teknologi lokal diharapkan dapat berperan sebagai garda depan dalam menciptakan solusi keamanan siber yang sesuai dengan kebutuhan nasional.
Bamsoet juga mendorong pembentukan Pusat Inovasi Siber Nasional yang berfungsi sebagai tempat riset, pengembangan, dan pelatihan bagi tenaga ahli siber Indonesia. Dengan langkah ini, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada teknologi asing sekaligus memperkuat kemandirian digital.

Ancaman Nyata di Dunia Siber
Serangan siber yang menyerang Indonesia tidak bisa dianggap remeh. Menurut laporan BSSN, pada akhir 2024 terdapat peningkatan serangan yang menargetkan infrastruktur penting seperti bandara, rumah sakit, dan sistem keuangan. Salah satu bentuk serangan yang paling umum adalah ransomware, di mana data penting disandera oleh pelaku untuk meminta tebusan.
Selain itu, serangan phishing juga meningkat pesat, dengan target utama pegawai pemerintahan dan pejabat publik. Modus ini digunakan untuk mencuri informasi rahasia negara yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pihak asing.
Bamsoet menilai bahwa ancaman ini dapat melemahkan stabilitas politik dan ekonomi nasional jika tidak diantisipasi. Oleh karena itu, pembangunan pertahanan siber negara bukan hanya soal infrastruktur, tetapi juga soal kesiapan sumber daya manusia yang terlatih dan berintegritas tinggi.
Pemerintah Perkuat Infrastruktur Pertahanan Siber
Sebagai bentuk keseriusan, pemerintah Indonesia melalui BSSN telah meluncurkan berbagai inisiatif strategis. Salah satunya adalah program Cyber Defense Framework Indonesia 2025, yang berfokus pada tiga hal utama:
-
Perlindungan Infrastruktur Kritis Nasional (IKN)
-
Peningkatan Kapasitas SDM Keamanan Siber
-
Kolaborasi Global dalam Penanggulangan Ancaman Siber
Program ini juga menargetkan pembangunan Pusat Data Nasional (PDN) dengan sistem enkripsi tingkat tinggi serta mekanisme pemulihan data cepat jika terjadi serangan. Pemerintah berharap langkah ini mampu memperkuat lapisan pertahanan siber negara dan meminimalkan risiko kebocoran informasi vital.
Pentingnya Literasi Digital dalam Pertahanan Siber Negara
Bamsoet juga menyoroti pentingnya literasi digital masyarakat sebagai bagian integral dari sistem pertahanan siber negara. Ia menilai bahwa tanpa kesadaran masyarakat terhadap bahaya siber, Indonesia akan terus menjadi sasaran empuk bagi kejahatan digital.
“Masyarakat adalah benteng pertama dalam pertahanan siber. Mereka harus memahami cara melindungi data pribadi, mengenali serangan phishing, dan menjaga keamanan akun digital,” tegas Bamsoet.
Program edukasi digital harus ditingkatkan, terutama di sektor pendidikan dan lembaga pemerintahan daerah. Sekolah dan kampus dapat menjadi pusat pembelajaran tentang keamanan siber melalui kurikulum yang relevan dengan perkembangan teknologi.
SDM Ahli Siber Jadi Kunci Keamanan Nasional
Salah satu kelemahan terbesar Indonesia dalam menghadapi ancaman siber adalah minimnya jumlah tenaga ahli di bidang keamanan digital. Berdasarkan data Kementerian Kominfo, Indonesia masih kekurangan lebih dari 50.000 tenaga ahli siber untuk memenuhi kebutuhan nasional.
Bamsoet mengusulkan agar pemerintah memperbanyak program pelatihan dan sertifikasi siber, serta memberikan insentif bagi anak muda yang ingin berkarier di bidang ini. Ia juga menyarankan adanya kerja sama dengan universitas dalam membangun Akademi Keamanan Siber Nasional.
Dengan SDM yang kompeten dan beretika, sistem pertahanan siber negara akan lebih siap menghadapi serangan siber tingkat tinggi di masa depan.
Kerja Sama Internasional untuk Keamanan Siber Global
Dalam dunia tanpa batas digital, ancaman siber bersifat lintas negara. Karena itu, Bamsoet mendorong pemerintah untuk memperkuat kerja sama internasional dalam bidang keamanan siber, baik di tingkat regional ASEAN maupun global.
Indonesia perlu mempererat kolaborasi dengan negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan Amerika Serikat yang memiliki sistem pertahanan digital canggih. Melalui kerja sama ini, Indonesia dapat memperoleh teknologi baru, peningkatan kapasitas SDM, dan akses terhadap sistem deteksi dini serangan siber.
Selain itu, keterlibatan Indonesia dalam forum internasional seperti Global Forum on Cyber Expertise (GFCE) juga penting untuk memperluas jangkauan diplomasi digital.
Tantangan dan Harapan Menuju 2025
Meski berbagai langkah sudah dilakukan, Bamsoet mengakui bahwa tantangan membangun pertahanan siber negara masih sangat besar. Isu anggaran, tumpang tindih regulasi, serta lemahnya koordinasi antarinstansi masih menjadi kendala utama.
Namun, ia optimis bahwa dengan kepemimpinan yang kuat dan sinergi lintas sektor, Indonesia mampu membangun pertahanan siber yang sejajar dengan negara maju. Ia juga berharap agar RUU Keamanan dan Ketahanan Siber yang telah lama dibahas segera disahkan agar memiliki landasan hukum yang jelas.
“Kita tidak bisa menunggu hingga terjadi serangan besar baru bergerak. Langkah-langkah strategis harus diambil sekarang agar Indonesia siap menghadapi era digital secara berdaulat,” ujar Bamsoet.
Baca juga : 12 Langkah Inovasi SMK Wikrama Bogor Laboratorium Keamanan Siber Terdepan
Kesimpulan: Menuju Indonesia Berdaulat di Dunia Siber
Pernyataan Bamsoet menjadi pengingat bahwa keamanan digital adalah bagian tak terpisahkan dari pertahanan nasional. Pertahanan siber negara bukan hanya urusan teknologi, tetapi juga soal kedaulatan, martabat, dan masa depan bangsa.
Dengan memperkuat regulasi, mengembangkan SDM, membangun infrastruktur tangguh, serta meningkatkan kesadaran publik, Indonesia dapat menjadi negara yang berdaulat secara digital. Tahun 2025 diharapkan menjadi momentum penting bagi Indonesia untuk menegakkan kemandirian dalam ruang siber global.